Fanfiction – Key [Part 1]

Minra Pov

“Minra!”

Entah untuk yang keberapa kalinya namja itu memanggilku. Dia selalu mendekatiku. Di kampus, di kantin, di rumah, dimanapun itu dia selalu mengikutiku. Aku memang terkenal sebagai yeoja dingin di kampusku. Banyak memang yang mengejarku, namun hanya dia yang bertahan sampai saat ini dan yang lain menyerah duluan karena tak tahan dengan sikap dinginku. Ya, bagus lah mereka menyerah. Aku tak suka namja lemah yang begitu saja langsung menyerah. Namun berbeda dengannya, namja bermata kucing itu sudah hampir enam bulan belakangan ini mengejarku. Bukannya kepedean, hanya saja itu memang kenyataannya. Tapi aku tak pernah menyukainya. Sungguh, dia bukan tipeku. Mengapa? Oh, jinjjayo. Dia itu pria atau wanita sih? Dia maniak dengan warna pink, dia jago memasak, pinggulnya berlenggak-lenggok saat ia berjalan, dan –uh tubuh ataupun muscle-nya itu sama sekali tak berotot. Aku ragu dia itu adalah pria-,-.

“huh..” aku meniup udara kosong didepanku. Lelah.

“hey, Minra! Aku kan sudah bilang untuk menunggu sebentar.”

Namja itu berhasil menyamakan langkah kakinya denganku. Aku hanya melihatnya sekilas kemudian kembali berjalan untuk pulang kerumah.

“untuk apa aku menunggumu?” aku bertanya ketus.

“tentu saja untuk pulang bersama, kajja!” namja itu mengamit tanganku dan menariknya. Segera saja kutepis tangannya itu.

“sudah kuperingatkan berapa kali sih, Key! Berhenti mengikutiku!” aku membentaknya. Namanya Kim Kibum, tapi akrab disapa Key. Sudah cukup aku menjelaskan tentangnya, aku malas jika berurusan dengannya.

“suka-suka aku dong!” dia menjawab dengan santai. Ingin sekali aku melempar higheels Jung songsaenim –yang tingginya sampai 25 cm- ke wajahnya yang sok polos itu.

Aku memilih untuk mengabaikannya dan melanjutkan perjalananku menuju gerbang kampus. Aku ingin segera pulang dan kemudian berendam di bathub dengan aroma lavender, hmm…pasti sangat menyenangkan.

“kau mau kemana?” tanyanya saat aku melewati tempat parkir.

“tentu saja pulang, bodoh!”

“hey, ayo aku akan mengantarmu!”

“aku tidak perlu bantuanmu!”

“ya! Nanti kalau kau tersesat bagaimana? Ini sudah hampir malam.”

“yak! Aku bukan anak kecil!”

Huh, bagaimana mungkin aku tersesat menuju kerumahku sendiri? Dasar pabo!

“kalau begitu..eum..bagaimana kalau kau berdesak-desakkan saat di bis, atau kau tertidur di dalam bus dan melewatkan halte menuju kerumahmu, atau kau –”

“Kim Kibum! Berhenti mencampuri urusanku! Urus saja urusanmu sendiri!”

“sayangnya, kau termasuk ke dalam urusanku, Kang Minra!”

“sudahlah, aku tak butuh bantuanmu!”

“kajja, pulang bersamaku! Langit sudah mulai gelap.”

“aah, shireo!”

Akhirnya, Key memutuskan untuk menemaniku menunggu bis di halte karena aku bersikeras tidak ingin ikut dengannya naik motor. Dan sayangnya karena aku tidak ikut dengannya, dia memaksaku untuk menemaniku menunggu bis. Ya, itu lebih baik daripada harus berduaan naik motor bersamanya. Mengingat motornya itu adalah Ninja –itu bukan motor yang ringan kan?– bagaimana kalau aku mendapat kecelakaan dijalan jika dia –dengan tubuh lemahnya itu­– membawa motor seberat itu?

“hati-hati, ne? Aku tahu kau lelah, tapi jangan sampai kau tertidur terlalu nyenyak kalau kau tidak ingin terbawa sampai halte terakhir,” Key tersenyum (sok) manis kearahku. Cih, aku sungguh merasa risih dengan senyumannya.

Aku tidak menjawabnya dan memutuskan untuk langsung menaiki bisnya. Dari ekor mataku, aku melihatnya melambaikan tangannya sambil tersenyum kearahku saat bis ini mulai berjalan. Hahh.. mengapa dia begitu peduli terhadapku?

*

*

Ah, segar sekali rasanya setelah berendam di air hangat dengan aroma lavender. Hmm..benar-benar menenangkan pikiran.

Bip..bip.

Kegiatan mengeringkan rambutku terhenti gara-gara ada pesan masuk di poselku. Segera saja ku raih ponsel biru milikku yang tergeletak di atas kasur empukku.

Key Michigesseo. Ada 1 pesan darinya.

Hah! Mau apa lagi sih dia? Segera saja ku buka pesan itu.

Minra-ya, apa kau sudah sampai? Bagaimana perjalanannya? Menyenangkan kah? Istirahat yang cukup ya, besok kau ada kuliah pagi. Hwaiting! Saranghae :*

Iuh, dia menyisipkan emoticon kiss di akhir pesannya. Selalu begitu dan itu membuatku jijik, kalian tahu?

Dia selalu mengirimku pesan setiap pagi dan malam hari, namun tak pernah meneleponku, dia bilang ‘aku takut mengganggumu’, ya baguslah kau memang sangat mengganggu. Jika siang hari dia kan bertemu denganku, maklum kami kuliah di fakultas yang sama. Dan aku benci kenyataan itu.

Entahlah, semua yang menyangkut dengannya, maka itulah yang aku benci.

Tak pernah sekalipun aku membalas pesannya –kecuali isinya adalah pesan penting­–, dan walaupun begitu tak pernah juga dia berhenti mengirimiku pesan.

Karena lelah yang menyerang tubuhku ini, segera saja aku menggunakan pakaian dan berbaring diatas tempat tidur. Tak ada niatan untuk makan malam. Rasanya ngantuk sekali sehingga tak sampai 3 menit aku sudah menuju ke alam mimpiku.

*

*

“bagaimana kemarin?”

“apanya?”

“ck..pura-pura tidak tahu,” Yunmi mencibir. Dia teman satu kelas ku. Aku dekat dengannya karena dia teman pertamaku saat pertama masuk fakultas ini, Fakultas Seni Musik.

“aku benar-benar tak mengerti,” aku menatapnya bingung.

Dia melengos dan menghela nafas.

“Key sunbae. Kudengar kemarin kau sempat kerja sama dengannya, benarkah itu?”

Key lagi. Key lagi.

“ne, itu karena tugas dari Jung songsaenim yang menyuruhku bekerja sama dengannya. Sungguh, dia adalah kandidat terakhir yang akan aku pilih untuk menjadi partnerku.”

Aku menjawab dengan kesal. Mengingat kejadian kemarin yang membuatku pulang terlambat bersama Key.

“hahaha..kalian cocok. Semoga berjodoh, kau –auw appo!” Yunmi mengusap-usap kepalanya yang aku pukul dengan pulpen. Huh habisnya dia menyebalkan sekali, mendoakanku agar berjodoh dengan namja gila itu. Aah shireo!

“aku tak mau berjodoh dengannya!”

“yasudah, suka-suka kau saja lah. Bye,” Yunmi beranjak dari kursinya dan mulai melangkah, mau kemana dia?

Aku meraih tangannya dan bertanya, “kau mau kemana?”

Dia mendekatkan wajahnya ketelingaku dan berbisik, “bertemu Taemin.”

Dan dia tertawa sambil berjalan keluar kelas. Huh dasar orang yang sedang dimabuk cinta memang gila.

Ya termasuk Key.

Jangan bahas dia lagi!!!!

*

*

“hey, Minra!”

“apalagi sih?” aku tidak menoleh kearahnya, hanya melanjutkan perjalananku menuju toko buku.

“ayo aku antar, itu akan menghemat waktumu daripada harus jalan kaki.” Usulnya.

“tak perlu.”

“lagipula kau akan lebih aman bersamaku, aku –”

“aku bilang tidak mau ya tidak mau!” bentakku padanya.

“hey, Minra, udaranya sangat panas. Lebih baik kau naik nanti kau bisa kelelahan.” Dia terus saja membujukku dari atas motor Ninja-nya.

“shireo!”

Kemudian dia menghentikan motornya. Huh? Mau apa dia?  Aku melanjutkan saja langkahku dengan (pura-pura) tak peduli.

Tapi tunggu? Aku membalikkan badanku dan menemukannya sedang menuntun motornya di belakangku.

“ya! Apa yang kau lakukan?”

“menemanimu. Karena kau bersikeras untuk jalan kaki, yasudah aku menemanimu jalan kaki,” jawabnya santai.

Aku tercengang mendengar jawabannya. Tidakkah itu manis?

Eum..tidak! ya –Tidak!!

Aku melanjutkan langkahku menuju toko buku yang jaraknya tinggal 1 kilometer lagi dan berusaha untuk tak peduli terhadap Key.

*

*

“Minra-ya, eum…ada yang ingin kau tanyakan padamu.”

Saat ini, aku dan namja gila –Key– itu sedang berada di kedai es krim dekat toko buku. Key mengajakku untuk mampir dulu setelah membeli buku. Dia terus memaksakku untuk ikut walaupun aku sudah menolaknya habis-habisan.

“apa?” aku menjawabnya sambil terus menyuapkan es krim vanilla latte ke mulutku. Es krim ini lebih menarik daripada namja didepanku, sungguh.

“apa yang membuatmu tak bisa membuka hatimu untukku?”

Perkataannya sukses membuatku tersedak. Dia sempat mengelus pundakku tapi segera ku tepis tangannya.

“mengapa bertanya seperti itu?” aku berusaha untuk terlihat biasa saja didepannya. Padahal sebenarnya aku sungguh sangat kaget.

“eum…ingin tahu saja. Cepat jawab!”

Aku berpikir sejenak sebelum akhirnya berkata.

“kau…bukan tipeku.” Aku menjawab dengan pelan namun dapat kupastikan dia mendengarnya karena reaksinya adalah mengangguk-angguk tidak jelas.

“jadi…seperti apa tipemu?”

Pertanyaan dia sungguh sangat aneh. Dia pikir, dengan aku menyebutkan tipe idealku lalu kemudian dia mengikutinya, aku akan menyukainya? Jangan harap!

“seperti….Choi Minho. Dia tinggi, tampan, cool, atlet basket, pokonya dia itu adalah namja yang sempurna,” aku senyum-senyum sendiri membayangkan namja idamanku. Dia adalah sunbae-ku di kampus dan satu angkatan dengan Key. Membayangkannya saja mampu membuatku lupa daratan. Bagaimana jika dia tiba-tiba saja berada didepanku?

“eits…tapi jangan kau pikir dengan aku memberitahukan tipe idealku, dan kau akan merubah dirimu menjadi seperti itu, aku akan menyukaimu, jangan –”

Perkataanku terhenti karena tiba-tiba saja dia menarik tanganku sehingga wajahku dan wajahnya berdekatan karena dia juga memajukan wajahnya.

“aku tak akan menjadi orang lain hanya untuk membuatmu mencintaiku. Aku akan membuatmu mencintaiku bukan sebagai orang lain, bukan sebagai Choi Minho, tapi kau akan mencintaiku sebagai diriku sendiri. Kau akan mencintaiku, Kim Kibum. Arraseo?”

*

*

“Minra-ya!” Key, namja gila itu memanggilku dan menyodorkan semangkuk sup didepanku. Entah untuk yang keberapa kalinya dia menginjakkan kakinya di kamarku. Setiap weekend dia selalu mengunjungi rumahku. Ck..aku tak habis pikir mengapa umma bisa membiarkannya masuk ke dalam kamarku? Pasti beliau mengira kalau Key adalah yeoja. Ya, tidak salah lagi!

“shireo! Aku sedang tak nafsu makan (apalagi itu buatanmu), lagipula kau lihat sendiri kan aku sedang menyelesaikan tugasku?!”

“kau bisa sakit, Minra. Umma-mu bilang kau dari pagi belum makan. Ayo cepatlah makan sup-nya. Ini spesial aku buatkan untukmu.”

“tidak mau! Kau makan saja sendiri!”

“oh jadi kau tidak mau makan ini?” dia menyeringai. Uh, kupikir ada maksud tertentu dari seringaiannya itu.

“jadi kau lebih memilih aku cium daripada memakan ini?”

Ha? Aaah andwae!

Segera saja kuraih mangkuk sup di tangannya dan dengan cepat aku makan. Daripada dicium olehnya, iuh.

“seharusnya kau memilih ku cium saja, Minra-ya. Bibirku kan seksi.”

Dia  tertawa di akhir perkataannya. Ish awas saja kau Kim Kibum!

Ternyata sup buatannya tidak terlalu buruk, sangat enak malah rasanya. He? Kau ini berpikir apa sih, Minra? Itu buatan Key! Namja gila itu. Dan barusan kau baru saja memujinya? Ku pikir kau sudah ketularan gila karenanya.

Setelah aku menghabiskan sup-nya. Dia langsung pergi ke bawah untuk menyimpan mangkuknya. Aku lebih berharap kalau dia bukan hanya menyimpan mangkuk, tapi juga segera pulang ke rumahnya.

“hoaaamm…” tiba-tiba saja rasa kantuk menyerangku. Mungkin karena kekenyangan memakan sup buatan Key. Eum..atau, namja itu sengaja memberikan obat tidur didalam sup-nya? Awas saja kau, Kim Kibum!

Aku membaringkan kepalaku diatas meja karena rasa kantuk ini sungguh membuat kepalaku sulit untuk berdiri tegak. Tak lama, aku sudah masuk ke dalam dunia tidurku.

*

*

Author Pov

Setelah mencuci mangkuk kotor dan mengobrol dengan umma Minra sebentar, Key segera menuju ke kamar Minra lagi berniat untuk menemani yeoja itu dalam mengerjakan tugasnya.

Saat pintu terbuka, yang terlihat adalah Minra yang sedang tertidur diatas meja belajarnya.

“wajahnya sangat manis, apapun keadaannya,” gumam Key.

Dia kemudian membopong tubuh Minra dan membaringkannya diatas kasur biru milik Minra. Setelah menyelimuti Minra dengan selimut keropinya, Key terus memperhatikan wajah Minra yang sedang tertidur sambil tersenyum kagum. Dia mendekatkan wajahnya sehingga hanya terpaut sekitar 5 cm dengan wajah Minra. Diam, dia tetap dalam posisinya seperti itu dan kemudian berkata sesuatu.

“jika aku bisa mencintaimu sampai akhir hidupku, maka itu yang akan aku lakukan.”

Setelah berkata demikian, dia bangkit dari posisinya dan meninggalkan kamar Minra.

Tak lama, Minra mengerjapkan matanya. Sebenarnya, dia sudah tidak dalam keadaan tidur saat Key membopong tubuhnya. Namun, entah karena apa dia tetap berpura-pura untuk tidur sampai namja itu keluar dari kamarnya.

“apa itu benar?” tanyanya entah kepada siapa.

*

*

Minra Pov

“apakah ada kemajuan?”

“apa?”

“Key sunbae tentunya!”

“uh? Kalian menyebalkan!”

Saat ini, aku sedang berada di kantin bersama Yunmi dan Taemin. Mereka sungguh menyebalkan! Selalu bertanya tentang Key kepadaku. Memangnya aku umma-nya, apa? Dasar pasangan yang kompak! Ya, kompak dalam hal mengejek orang lain.

“mengapa aku menyebalkan? Aku hanya menanyakan kabar kalian. Apakah itu menyebalkan, Minnie?”

“Tentu saja tidak, Miko.”

“ya! Jangan memanggilku Miko!”

“dan kau juga jangan memanggilku dengan panggilan menjijikan itu.”

“terserahku dong!”

“kalau begitu, suka-suka aku saja mau memanggilmu apa!”

“STOP! Kalian selalu bertengkar karena hal sepele,” aku mencoba menghentikan pertengkaran dua sejoli didepanku ini sebelum akhirnya terjadi perang dunia kesekian.

Keduanya melengos.

“jadi, bagaimana?” tanya Yunmi.

“apanya?”

“tsk..tentu saja Key sunbae!”

“molla,” aku menjawab dengan malas.

“mwo? Kau belum membuka hatimu untuknya?” sekarang giliran Taemin yang bertanya.

Sebelum sempat menjawab, Yunmi berkata duluan.

“dia terlalu berharap pada si Choi Minho kodok itu.”

“yak! Dia tidak seperti kodok!” huh enak saja Minho dibilang kodok. “Dan jangan kau lupakan bahwa dulu kau juga pernah menyukainya, Yunmi. Dan satu lagi, baru saja kemarin saat pertandingan basket kau menontonnya, memberikan semangat padanya, memuji-mujinya –hmmph”

Yunmi membekap mulutku sebelum aku selesai bicara.  Taemin menatapnya tajam dan hanya dibalas dengan senyuman-tidak-bersalahnya yang –menurutku– menjijikan.

“kau menontonnya?” tanya Taemin. Haha aku tahu Taemin sangat sensitif jika membahas tentang Yunmi dan Minho.

“ah..anu..itu…hanya –”

“kau tidak bisa pulang denganku hanya untuk menontonnya?”

“itu..tidak…aku –”

“kau. Berbohong.” Taemin mengucapkan kata itu dengan penekanan yang menurutku lucu. Ya, dia memang terlalu cute untuk seusianya. Kemudian dia beranjak dari kursinya dan pergi.

“ya..YA! TAEMIN!” telambat. Taemin sudah pergi. “Kau ini! Kau tahu kan kalau dia itu masih seperti anak-anak? Kalau kau bukan temanku akan aku bunuh kau!” Yunmi berlari mengejar Taemin.

Hahaha makanya kau jangan menggodaku dengan Key terus.

“ehem..”

Suaranya…sepertinya aku mengenalnya.

“apa aku mengganggu?”

Segera saja ku alihkan pandanganku ke samping dan kaget bukan main saat mengetahui siapa yang sekarang duduk disebelahku.

Aku tahu saat ini wajahku pasti sangat konyol sekali dengan mulut yang terbuka saking kagetnya. Tapi, otot-otot wajahku sepertinya tidak mendengar apa yang diperintahkan otakku dengan tetap dalam keadaan yang memalukan seperti ini.

“apa aku mengagetkanmu?”

Suaranya berhasil membuatku tersadar. Aku yakin mukaku sangat merah.

“aah..ani.”

“baguslah,” dia tersenyum kearahku. Well, aku rasa aku akan mati sekarang juga setelah melihat senyumannya.

Kami hanya saling tersenyum untuk beberapa saat. Aku yakin wajahku tidak seperti orang tersenyum saking gugupnya.

“namamu.. Kang Minra?

“ah? N..ne, Kang Minra imnida.” Aku tidak menyangka dia tahu namaku.

“aku eum –butuh sedikit bantuanmu.”

Mwo? Apa aku tidak salah dengar?

“tapi kalau kau tidak bisa memban–”

“Tidak! Aku bisa!” saking bersemangatnya aku sampai berteriak kemudian menampilkan senyum yang –aku yakin- sangat awkward.

Dia memandangku dengan ekspresi –ehm kaget? Bahagia? Kagum? Ah entahlah, apapun itu ekspresinya tapi sungguh matanya 3 kali lebih besar dari pada aslinya. Well, aku yakin kalian sudah tahu siapa orang di sebelahku.

“jinjjayo? Aku sangat berterima kasih padamu,” dia membungkukkan badannya. Benar-benar pria yang sopan.

“ah..gwaenchana. Aku senang –ehm jika bisa membantu, hehe.”

“jadi –”

“Minho-ya, kau di panggil Kim songsaenim,” ucap salah seorang –yang kuyakini adalah– temannya yang baru saja menghampiri meja kami.

“oh ne, chamkkaman!” Minho menoleh kearahku dan menyodorkan iPhone putihnya ke hadapanku.

Aku hanya menautkan alisku bingung.

“aku minta nomor ponselmu! Agar aku mudah menghubungimu nanti.”

Apakah ini mimpi? Dari dulu aku lah yang mengharapkan untuk mendapatkan nomor ponselnya, dan sekarang? Malah dia yang meminta nomor ponselku. Ya, walaupun dengan tujuan yang berbeda tapi, uh demi higheels Jung songsaenim aku senang sekali!

Segera saja ku berikan nomor ponselku dan dia tersenyum sambil mengucapkan terima kasih sebelum beranjak pergi.

*

*

Minra, ini aku Minho. Apa kau sibuk sekarang? Aku ingin menagih bantuanmu, apa kau bisa? Maaf mengganggu ^^b

Rasanya jantungku saat ini berhenti berdetak.

Dia, Choi Minho, pria yang selama ini aku puja, baru saja mengirimkan pesan singkat padaku.

“Minra-ya! Mengapa kau senyum-senyum begitu seperti orang gila?”

Karena mood-ku saat ini sedang baik. Aku hanya tersenyum menanggapi perkataan Yunmi.

“kau sepertinya memang sudah gila,” dia pergi melenggang keluar kelas. Ah biarkan saja dia. Tidak penting ini bagiku.

Reply.

Tidak, aku tidak sibuk. Baiklah, bertemu dimana?

Sent.

*

*

Minho memberikan selembar partitur kehadapanku. Disana tertulis “Ballade in G Minor, Op. 23”.

Sebuah lagu ballade milik Chopin yang paling terkenal dengan komposisinya yang sangat kompleks serta memiliki tingkat kesulitan teknis, karena jari serta pergelangan harus sangat luwes.

Aku menatapnya meminta penjelasan. Entah sejak kapan dia sudah duduk disampingku dan itu membuat pipiku terasa panas.

“aku ingin kau mengajariku,” dia menatapku yang menautkan alis bingung lalu melanjutkan, “ku dengar kau adalah satu-satunya hoobae-ku yang sangat pandai memainkan jari diatas tuts-tuts piano dengan lagu chopin seperti Black Keys, Butterfly dan yang satu itu,” Minho menunjuk partitur ditanganku.

“Lagu dengan tingkat kesulitan pada permainan jari yang harus cepat. Well, ku akui aku sangat payah dalam hal itu, mengingat aku adalah pemain basket tapi entah mengapa susah sekali bermain jari –dengan cepat– diatas benda hitam-putih itu,” dia menatapku lebih lembut dan terkekeh membuatku mengalihkan pandangan darinya.

“aku tidak bisa meminta bantuan kepada para sunbae mengingat mereka sedang gencar-gencarnya mengerjakan skripsi. Jadi kupikir, lebih baik aku meminta bantuan padamu saja. Bagaimana? Apa kau keberatan?”

“ti –tidak. Sama sekali –tidak keberatan,” aku –berusaha- tersenyum manis kearahnya.

“jeongmal gamsahabnida. Aku sungguh berterima kasih padamu,” dia meraih tanganku dan menggenggamnya. Uh –tak tahu kah Choi Minho kalau saat ini jantungku sudah ingin melompat dari tempatnya?

*

*

“apa yang kau cari?”

“…”

“hey, Minra..!”

“…”

“kau sedang mencari apa sih?”

“Uh, diamlah, Key. Kau membuatku merasa lebih panik,” aku menatapnya sebal. Sedari tadi dia hanya mengomel saja. Seperti biasa, karena sekarang adalah hari sabtu, dia datang kerumahku.

Saat ini aku sedang mencari keberadaan buku catatanku. Aku tak berani membayangkannya kalau itu sampai hilang. Disana terdapat konsep-konsep dari semua tugas yang sudah menunggu untuk ku kerjakan.

“Minra! Ada temanmu dibawah,” umma menyembulkan kepalanya di balik pintu kamarku, “sepertinya penting dan terlihat buru-buru.”

Aku menautkan alis bingung. Teman? Yunmi, mungkin?”

Aku segera menemui “teman” yang umma maksud dengan Key yang mengekor-ku dari belakang. Betapa kaget rasanya saat melihat siapa yang sedang berada didepan pintu rumahku.

“Minho-ss –oppa?” asal kalian tahu, dia yang menyuruhku memanggilnya “oppa”. Tentu saja dengan senang hati aku lakukan.

“aku hanya ingin mengembalikan ini,” dia menyodorkan sebuah buku yang sedari tadi kucari. Ah, untung saja tidak hilang. Tapi mengapa bisa ada padanya?

“aku menemukannya di practice room, mungkin terjatuh saat kemarin,” dia berkata seakan tahu apa yang ada didalam pikiranku.

Ah, ya aku ingat. Beberapa hari ini aku berperan sebagai guru-nya setiap pulang kampus. Walaupun sudah terhitung 3 kali aku bertemu dengannya, tetap saja aku merasa gugup, sehingga –mungkin– ini terjatuh saat aku bersiap pulang.

“gamsahabnida, oppa. Maaf merepotkanmu.”

“gwaenchana. Kebetulan aku ada urusan didaerah sini. Dan aku pikir buku itu sangat penting, jadi –ya kuantarkan saja. Kalau begitu aku permisi dulu, Minra-ya.”

“tidak masuk dulu, oppa?”

“tidak usah, aku masih ada urusan. Annyeong Minra, Kibum.”

Minho oppa berjalan meninggalkan pekarangan rumahku. Dan aku baru menyadari kalau Key sedari tadi memperhatikanku dan Minho oppa mengobrol.

“kau sudah berhasil berkenalan dengannya?” tanyanya padaku saat ku lewati tubuhnya yang mematung.

“ne.”

“hebat juga kau,” entah itu menyindir atau memuji. Tapi aku bersumpah melihatnya mem-pouted-kan bibirnya.

*

*

“sore nanti, kutunggu kau di taman dekat kedai es krim, arraseo?”

“ada apa memangnya?”

“pokonya datang saja, kalau tidak–” dia menyeringai dengan mata kucingnya yang menatapku jail.

“kalau tidak, apa?” ish aku benci melihatnya menyeringai.

“bibir seksi ku ini tak segan-segan untuk mendarat di bibir plum-mu,”

Perkataannya sukses membuatku bergidik. Iuh, aku tak sudi.

“kau..nappeun!” aku memukul lengannya. Dia hanya tergelak sambil mengusap-usap lengannya yang aku pukul.

Segera saja ku beranjak masuk ke dalam kelas dengan dia yang masih terus tertawa.

*

*

Author pov

Kelas hari ini sangat membosankan. Entahlah, setidaknya itu yang dirasakan Minra.

“hoamm…” entah untuk keberapa kalinya ia menguap.

Saat kepalanya ia jatuhkan diatas meja, ponsel yang ia simpan di saku cardigannya bergetar. Pesan masuk.

Key Michigesseo.

Jangan lupa, nanti sore pukul 5 aku tunggu kau di taman. Kalau tidak, kau akan tahu akibatnya. Saranghae:*

Reply.

Ne!

Ps: jangan macam-macam terhadapku jika kau tak ingin kaki-ku ini menendang sesuatu milikmu!

Sent.

*

*

Minra hendak keluar kelas saat ada seseorang memanggilnya.

“eh –Minho. Waeyo?”

“aku hanya ingin mengajakmu jalan-jalan sekarang. Kau mau?”

Dia tersenyum bak malaikat. Sungguh, dia adalah ciptaan Tuhan paling sempurna yang pernah Minra lihat.

Minra mengangguk dan tersenyum sebagai jawabannya.

-tbc-

2 thoughts on “Fanfiction – Key [Part 1]

Leave a reply to pinho Cancel reply